Irwan_XIIAnimasi
Kamis, 27 Oktober 2011
SMKN 7 PEKANBARU
Sekolah Menengah Kejuruan Kelompok Teknologi dan Informasi yang berlokasi di Jl. Yos Sudarso Rumbai - Pekanbaru Telp. (0761) 54246, 54247 Fax. (0761) 54248.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 7 Pekanbaru sebagai salah satu sekolah yang baru memulai kegiatan pembelajaran pada tahun pelajaran 2009/2010, sesuai dengan Surat Keputusan Bapak Wali Kota Pekanbaru No. 10496502.SK.114/2009 Tanggal 6 Mei 2009.
SMK Negeri 7 merupakan Sekolah yang Bidang Studi Keahlian Teknik Informatika, Memiliki Program Studi Keahlian Teknik Komputer Dan Informatika. Dan Memiliki Beberapa Kopetensi, Diantaranya :
1. Rekayasa Perangkat Lunak (070)
2. Teknik Komputer Dan Jaringan (071)
3. Multimedia (072)
4. Animasi (073)
M O T O
"Bekerja Keras, Berfikir Cerdas, Beramal Ikhlas"
V I S I
“ Terwujudnya SMK Negeri 7 Pekanbaru sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan dibidang Teknik Informasi dan Komunikasi yang menghasilkan tamatan tingkat menengah yang terampil, mandiri dan memiliki etos kerja yang tinggi serta mampu bersaing secara global“.
M I S I
•Mewujudkan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
•Meningkatkan Kompetensi Tenaga Edukatif dan Non Edukatif
•MeningkatkanKualitas pendidikan dan ketrampilan yang mengacu kepada standar kompetensi kerja nasional dan internasional
•Menyiapkan tamatan yang mampu beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Program Keahlian:
1.Teknik Komputer dan Jaringan
KEAHLIAN
Program keahlian yang mempersiapkan siswa menjadi terampil di bidang teknisi dan administrator jaringan computer dan penguasaan teknologi informasi computer, siswa dibekali kemampuan dasar merakit computer dan instalasi hardware dan instalasi jaringan computer
2.Rekayasa Perangkat Lunak
KEAHLIAN
Program keahlian yang mempersiapkan siswa menjadi tenaga terampil di bidang pemograman dan penguasaan teknologi informasi, siswa dibekali kemampuan dasar premograman berbasis text dan visual, web programming, pemograman berbasis object serta membangun aplikasi interaktif berbasis client-server
3.Multimedia
KEAHLIAN
program keahlian yang mempersiapkan siswa menjadi tenaga terampil di bidang desain dan penggunaan teknologi informasi multimedia, siswa dibekali kemampuan dasar seni dan desain, penguasaan software desain grafis dan multimedia (2d/3d),desain web dan media interaktif fotograpi, editing audio visual computer
4.Animasi
KEAHLIAN
Program keahlian yang mempersiapkan siswa menjadi tenaga terampil di bidang animasi. siswa dibekali kemampuan dasar seni dan desain, kemampuan menggambar manual/digital (computer), penguasaan software animasi, penguasaan teknik-teknik animasi(2d/3d) dan special efek, fotografi, sinematografi dan produk filem animasi
Senin, 13 Juni 2011
2 kisah sukses dari orang yang bodoh
1.Albert Enstein
Siapa yang belum tahu Albert Einstein? Dialah Ilmuwan terkenal abad 20 yang terkenal dengan teori relativitasnya. Dia juga salah satu peraih Nobel. Siapa sangka dia adalah seorang anak yang terlambat berbicara dan juga mengidap Autisme. Waktu kecil dia juga suka lalai dengan pelajaran.
2.Ludwig Van Beethoven
Jika anda mengenal seorang wanita yang sedang hamil, yang telah mempunyai 8 anak, tiga diantaranya tuli, dua buta, satu mengalami gangguan mental dan wanita itu sendiri mengidap sipilis, apakah anda akan menyarankannya untuk menggugurkan kandungannya? Jika anda menjawab ya, maka anda baru saja membunuh salah satu komponis masyur dunia. Karena anak yang dikandung oleh sang ibu tersebut adalah Ludwig Van Beethoven.
Ketika Beethoven berumur di ujung dua puluhan, tanda-tanda ketuliannya mulai tampak, tapi akhirnya ia menjadi Komponis yang terkenal dengan karya 9 simfoni, 32 sonata piano, 5 piano concerto, 10 sonata untuk piano dan biola, serangkaian kuartet gesek yang menakjubkan, musik vokal, musik teater, dan banyak lagi.
Siapa yang belum tahu Albert Einstein? Dialah Ilmuwan terkenal abad 20 yang terkenal dengan teori relativitasnya. Dia juga salah satu peraih Nobel. Siapa sangka dia adalah seorang anak yang terlambat berbicara dan juga mengidap Autisme. Waktu kecil dia juga suka lalai dengan pelajaran.
2.Ludwig Van Beethoven
Jika anda mengenal seorang wanita yang sedang hamil, yang telah mempunyai 8 anak, tiga diantaranya tuli, dua buta, satu mengalami gangguan mental dan wanita itu sendiri mengidap sipilis, apakah anda akan menyarankannya untuk menggugurkan kandungannya? Jika anda menjawab ya, maka anda baru saja membunuh salah satu komponis masyur dunia. Karena anak yang dikandung oleh sang ibu tersebut adalah Ludwig Van Beethoven.
Ketika Beethoven berumur di ujung dua puluhan, tanda-tanda ketuliannya mulai tampak, tapi akhirnya ia menjadi Komponis yang terkenal dengan karya 9 simfoni, 32 sonata piano, 5 piano concerto, 10 sonata untuk piano dan biola, serangkaian kuartet gesek yang menakjubkan, musik vokal, musik teater, dan banyak lagi.
Gombalan Maut Ala Bapakmu (OVJ)
A:Bapak kamu tukang rujak ya?
B:Koq kamu bisa tau?
A:Karena kamu telah mengulek hatiku 8)
A: Bapak kamu seorang polisi ya?
B: kok tau ?
A: soalnya kamu telah menilang hatiku 8)
A: Bapak kamu seorang pemain catur ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menSKAKan hatiku (nyengir)
A: Bapak kamu seorang petani ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menaburkan cinta dihatiku (nyengir)
A: Bapak kamu seorang dokter ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menyuntikan cinta ke hatiku (nyengir)
A: Bapak kamu pilot ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menerbangkan hatiku (nyengir)
A: Bapak mu tukang sate ya?
B: kok tau ?
A: abis kamu telah menusuk-nusuk hatiku (L)
A: Bapak kamu penggemar SMASH ya?
B: eh ko tau?
A: soalnya kamu udah menCENAT CENUT kan hati ku (music)
A: Bapak mu polisi gorontalo yah?
B: iya, kok tau ?
A: Karena kamu telah menchayya-chayya hatikuuww (music)
A: “Bapak kamu pemain gendang ya ?”
B: “iya, kok tau ?”
A: “Karena kamu telah menDUNGDUNGPLAK hatiku (lol)
A: Bapak kamu Gusdur ya ?
B: eh kok tau ?
A: taulah , Gitu Aja Kok Repot
B:Koq kamu bisa tau?
A:Karena kamu telah mengulek hatiku 8)
A: Bapak kamu seorang polisi ya?
B: kok tau ?
A: soalnya kamu telah menilang hatiku 8)
A: Bapak kamu seorang pemain catur ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menSKAKan hatiku (nyengir)
A: Bapak kamu seorang petani ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menaburkan cinta dihatiku (nyengir)
A: Bapak kamu seorang dokter ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menyuntikan cinta ke hatiku (nyengir)
A: Bapak kamu pilot ya ?
B: iya, kok tau ?
A: soalnya kamu telah menerbangkan hatiku (nyengir)
A: Bapak mu tukang sate ya?
B: kok tau ?
A: abis kamu telah menusuk-nusuk hatiku (L)
A: Bapak kamu penggemar SMASH ya?
B: eh ko tau?
A: soalnya kamu udah menCENAT CENUT kan hati ku (music)
A: Bapak mu polisi gorontalo yah?
B: iya, kok tau ?
A: Karena kamu telah menchayya-chayya hatikuuww (music)
A: “Bapak kamu pemain gendang ya ?”
B: “iya, kok tau ?”
A: “Karena kamu telah menDUNGDUNGPLAK hatiku (lol)
A: Bapak kamu Gusdur ya ?
B: eh kok tau ?
A: taulah , Gitu Aja Kok Repot
Cerita garuda di dadaku
Garuda di Dadaku
Pertama kali mendengar judulnya, aku bilang ke temanku film apa ya itu. Judulnya terlalu berat, sepertinya tidak layak tonton, apalagi diliput. “Ini tentang anak kecil yang punya ambisi besar jadi pemain sepak bola,” jawabnya.
Aku mulai tertarik. “Anak itu harus melakukan berbagai cara agar bisa masuk tim nasional karena ditentang kakeknya,” lanjutnya.
Hhmmm … Aku makin tertarik. Aku penasaran bagaimana seorang sutradara Indonesia memfilmkan sebuah ambisi, sebuah motivasi dan keinginan. Aku teringat film Iran, Children of Heaven, yang bercerita tentang seorang anak di Iran, yang saking miskinnya, harus berganti sepatu dengan adiknya, tiap kali ke sekolah.
Ambisinya sederhana : punya sepatu. Ali, sang kakak, divisualkan sutradara film ini Majid Majidi berlatih keras agar bisa mengikuti pertandingan lari. Juara pertama tak diincarnya, karena hadiah kedua lebih menarik : sepasang sepatu. Majid berhasil membuat sebuah film sederhana yang menyentuh, tidak cengeng dan juga tidak minta dikasihani.
Film ini bercerita tentang Bayu, diperankan Emir Mahira, anak kelas enam SD, berumur 12 tahun yang ambisi menjadi pemain sepak bola hebat. Dia punya bakat yang diturunkan dari ayahnya, seorang pemain sepak bola yang meninggal karena kecelakaan. Keinginan itu harus dipendam Bayu, paling tidak disembunyikan dari kakeknya, Usman, dimainkan Ikranegara, yang tak ingin cucunya menjadi pemain sepak bola. Menurut kakek pemain sepak bola tak punya masa depan. Kakek Usman ingin Bayu menjadi orang sukses sehingga harus mengikuti berbagai kurus mulai matematika sampai melukis.
Bayu berteman dengan Heri, diperankan Aldo Tansani, seorang penggila bola yang duduk dikursi roda. Dia penyemangat bagi Bayu dan terus mendorong Bayu untuk ikut seleksi tim nasional usia 13 tahun.
Sutradara Ifah Isfansyah meramunya menjadi film keluarga yang ringan, sedikit lucu dan juga, agak patriotik. Lagu Garuda di Dadaku, yel yel lagu tim nasional tiap kali bertanding di Senayan, cukup membuat gelora tapi tak sampai membuatku merinding. Yang membuatku penasaran adalah judul film itu, yang menurutku sangat berat dan sulit dijual untuk sebuah film komersial, film anak-anak pula.
Ketika kutanya usai pemutaran film, Ifah menjawab begini : film ini dibuat justru karena judul lagu tim nasional itu. Dari lagu itu, cerita ditarik dan dipanjangkan, menjadi sebuah skenario film. Dia menyadari judul yang berat dan tak menjual,” Itu bisa diakali dengan promosi yang benar,” katanya.
Okelah, promosi bagus, kemasan bagus biasanya bisa juga menjaring pasar besar.
Nah, aku berharap, jalan cerita film juga bagus dan istimewa. Aku pengagum film cerita sederhana tapi dengan visualisasi dalam dan matang. Cerita film ini menurutku sederhana, konflik keluarga yang ada di tengah kita dan sangat Indonesia.
Konflik itu ada pada Bayu dan kakeknya. Bayu ingin main bola tapi menjejalinya dengan berbagai kursus. Bayu seorang penurut sehingga ia mengakali dengan sembunyi-sembunyi latihan bola, tentu saja dengan bantuan temannya, Heri yang selalu datang dengan siasat dan strategi. Konfliknya cukup dalam, pergolakan batin Bayu antara menyenangkan kakeknya atau mengikuti kata hatinya.
Sayangnya, penggarapannya datar, sekali lagi ini menurutku. Emosiku tak larut dan tak naik. Visualisasi gambar dan percakapannya, tak lengket di kepalaku. Yang berbayang justru gambar ketika Ali di film Children of Heaven sedang mengejar sepatunya yang hanyut di got. Huh… maafkan saya.
Zahra, seorang anak penjaga kuburan, diperankan Marsha Aruan, muncul menjadi teman Bayu dan Heri. Mereka bertemu di kuburan ketika Bayu dan Heri sedang mencari tempat latihan bola. Zahra membolehkan Bayu berlatih di kuburan itu, dengan syarat harus membersihkan kuburan karena ayahnya sedang sakit. Peran Zahra cukup berat. Dia menjadi anak rebutan ayah dan ibunya yang bercerai. Ayahnya, seorang penjaga kuburan membawa Zahra ke Jakarta dan tak membolehkannya bersekolah, khawatir keluarga ibunya akan menemukannya. Jadilah Zahra seorang anak yang bicara dengan nisan.
Marsha tak terlalu berhasil memainkan karakter itu. Begitu juga pemain lainnya, tak terlalu istimewa, kecuali Bayu yang lumayan berhasil terutama ketika sedang memainkan bola karena dia sudah dua tahun bersekolah di salah satu sekolah sepak bola di Jakarta. Maudy Koesnaedi, ibu Bayu dan Ari Sihasale yang menjadi pelatih sepak bola, juga datar. Untung ada Ramzi yang menjadi Bang Dullah, supir Heri, yang bermain lucu dengan aksen arab betawinya. Lakon Bang Dullah membuat film yang akan diputar 18 Juni ini, lebih hidup.
Apapun, kredit layak diberi pada pembuat film ini, yang berani membuat film berbeda : tak sekadar film anak-anak dan keluarga, tapi juga bicara tentang sepak bola Indonesia. Ada beberapa kritik pedas di film ini tentang dunia sepak bola, yang diamini semua penonton. Kecintaan pada tim nasional coba diangkat, sayangnya kurang berhasil, atau mungkin karena tim nasional juga tak terlalu melekat di hati kita.
Pertama kali mendengar judulnya, aku bilang ke temanku film apa ya itu. Judulnya terlalu berat, sepertinya tidak layak tonton, apalagi diliput. “Ini tentang anak kecil yang punya ambisi besar jadi pemain sepak bola,” jawabnya.
Aku mulai tertarik. “Anak itu harus melakukan berbagai cara agar bisa masuk tim nasional karena ditentang kakeknya,” lanjutnya.
Hhmmm … Aku makin tertarik. Aku penasaran bagaimana seorang sutradara Indonesia memfilmkan sebuah ambisi, sebuah motivasi dan keinginan. Aku teringat film Iran, Children of Heaven, yang bercerita tentang seorang anak di Iran, yang saking miskinnya, harus berganti sepatu dengan adiknya, tiap kali ke sekolah.
Ambisinya sederhana : punya sepatu. Ali, sang kakak, divisualkan sutradara film ini Majid Majidi berlatih keras agar bisa mengikuti pertandingan lari. Juara pertama tak diincarnya, karena hadiah kedua lebih menarik : sepasang sepatu. Majid berhasil membuat sebuah film sederhana yang menyentuh, tidak cengeng dan juga tidak minta dikasihani.
Film ini bercerita tentang Bayu, diperankan Emir Mahira, anak kelas enam SD, berumur 12 tahun yang ambisi menjadi pemain sepak bola hebat. Dia punya bakat yang diturunkan dari ayahnya, seorang pemain sepak bola yang meninggal karena kecelakaan. Keinginan itu harus dipendam Bayu, paling tidak disembunyikan dari kakeknya, Usman, dimainkan Ikranegara, yang tak ingin cucunya menjadi pemain sepak bola. Menurut kakek pemain sepak bola tak punya masa depan. Kakek Usman ingin Bayu menjadi orang sukses sehingga harus mengikuti berbagai kurus mulai matematika sampai melukis.
Bayu berteman dengan Heri, diperankan Aldo Tansani, seorang penggila bola yang duduk dikursi roda. Dia penyemangat bagi Bayu dan terus mendorong Bayu untuk ikut seleksi tim nasional usia 13 tahun.
Sutradara Ifah Isfansyah meramunya menjadi film keluarga yang ringan, sedikit lucu dan juga, agak patriotik. Lagu Garuda di Dadaku, yel yel lagu tim nasional tiap kali bertanding di Senayan, cukup membuat gelora tapi tak sampai membuatku merinding. Yang membuatku penasaran adalah judul film itu, yang menurutku sangat berat dan sulit dijual untuk sebuah film komersial, film anak-anak pula.
Ketika kutanya usai pemutaran film, Ifah menjawab begini : film ini dibuat justru karena judul lagu tim nasional itu. Dari lagu itu, cerita ditarik dan dipanjangkan, menjadi sebuah skenario film. Dia menyadari judul yang berat dan tak menjual,” Itu bisa diakali dengan promosi yang benar,” katanya.
Okelah, promosi bagus, kemasan bagus biasanya bisa juga menjaring pasar besar.
Nah, aku berharap, jalan cerita film juga bagus dan istimewa. Aku pengagum film cerita sederhana tapi dengan visualisasi dalam dan matang. Cerita film ini menurutku sederhana, konflik keluarga yang ada di tengah kita dan sangat Indonesia.
Konflik itu ada pada Bayu dan kakeknya. Bayu ingin main bola tapi menjejalinya dengan berbagai kursus. Bayu seorang penurut sehingga ia mengakali dengan sembunyi-sembunyi latihan bola, tentu saja dengan bantuan temannya, Heri yang selalu datang dengan siasat dan strategi. Konfliknya cukup dalam, pergolakan batin Bayu antara menyenangkan kakeknya atau mengikuti kata hatinya.
Sayangnya, penggarapannya datar, sekali lagi ini menurutku. Emosiku tak larut dan tak naik. Visualisasi gambar dan percakapannya, tak lengket di kepalaku. Yang berbayang justru gambar ketika Ali di film Children of Heaven sedang mengejar sepatunya yang hanyut di got. Huh… maafkan saya.
Zahra, seorang anak penjaga kuburan, diperankan Marsha Aruan, muncul menjadi teman Bayu dan Heri. Mereka bertemu di kuburan ketika Bayu dan Heri sedang mencari tempat latihan bola. Zahra membolehkan Bayu berlatih di kuburan itu, dengan syarat harus membersihkan kuburan karena ayahnya sedang sakit. Peran Zahra cukup berat. Dia menjadi anak rebutan ayah dan ibunya yang bercerai. Ayahnya, seorang penjaga kuburan membawa Zahra ke Jakarta dan tak membolehkannya bersekolah, khawatir keluarga ibunya akan menemukannya. Jadilah Zahra seorang anak yang bicara dengan nisan.
Marsha tak terlalu berhasil memainkan karakter itu. Begitu juga pemain lainnya, tak terlalu istimewa, kecuali Bayu yang lumayan berhasil terutama ketika sedang memainkan bola karena dia sudah dua tahun bersekolah di salah satu sekolah sepak bola di Jakarta. Maudy Koesnaedi, ibu Bayu dan Ari Sihasale yang menjadi pelatih sepak bola, juga datar. Untung ada Ramzi yang menjadi Bang Dullah, supir Heri, yang bermain lucu dengan aksen arab betawinya. Lakon Bang Dullah membuat film yang akan diputar 18 Juni ini, lebih hidup.
Apapun, kredit layak diberi pada pembuat film ini, yang berani membuat film berbeda : tak sekadar film anak-anak dan keluarga, tapi juga bicara tentang sepak bola Indonesia. Ada beberapa kritik pedas di film ini tentang dunia sepak bola, yang diamini semua penonton. Kecintaan pada tim nasional coba diangkat, sayangnya kurang berhasil, atau mungkin karena tim nasional juga tak terlalu melekat di hati kita.
Senin, 30 Mei 2011
Zaman VOC di Indonesia
Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.
Zaman Portugis di indonesia
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga [2] dan untuk memperluas usaha misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[3]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun demikian, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Cina; serta gula di Brazil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.[4] Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.]]
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[3]
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.
Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun demikian, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Cina; serta gula di Brazil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.[4] Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.]]
Periode protosejarah Indonesia
Kontak dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang Tiongkok. Dari sana diketahui bahwa telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, seperti berbagai rempah-rempah, seperti lada, gaharu, cendana, pala, kemenyan, serta gambir, dan juga emas dan perak. Titik-titik perdagangan telah tumbuh, dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama Buddha, Hindu, serta animisme. Temuan-temuan arkeologi dari beberapa ratus tahun sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya budaya Megalitikum, bersamaan dengan budaya Perundagian. Catatan Arab menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur Afrika. Peta Ptolemeus, penduduk Aleksandria, menuliskan Chersonesos aurea ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah Semenanjung Malaya atau Pulau Sumatera.
Langganan:
Komentar (Atom)